MAKALAH KELOMPOK
“MENYIMAK”
DISUSUN GUNA MEMENUHI TUGAS PERKULIAHAN
MATA KULIAH KONSEP DASAR BAHASA DAN
SASTRA INDONESIA II
Dosen Pengampu: Kiswo, S.Pd., M.Pd
Disusun Oleh:
1. Riva Azizati (40212095)
2. Nila Azizati (40212101)
3. Maesaroh Khayati (40212116)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH
DASAR
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN
STKIP ISLAM BUMIAYU
2014
KATA PENGANTAR
Puji
syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena limpahan rahmat-Nya kami
diberi kesehatan, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang menjadi tugas
mata kuliah Konsep Dasar Bahasa Dan Sastra Indonesia II.
Makalah
yang berjudul ‘Menyimak’ merupakan aplikasi dari kami. Selain untuk memenuhi
tugas mata kuliah tersebut juga untuk memberikan pengetahuan tentang hubungan
kurikulum dengan sosial budaya bangsa.
Dalam
makalah ini, kami menyadari masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu segala
saran dan kritik guna perbaikan dan kesempurnaan sangat kami nantikan.
Kami
berharap makalah ini dapat bermanfaat dan memberi wawasan ataupun menjadi
referensi kita dalam mengetahui dan mempelajari tentang Menyimak yang berkaitan
dengan batasan dan pengertian menyimak serta tahap-tahap menyimak.
Semoga
makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi penyusun dan para pembaca pada
umumnya.
Bumiayu,
11 Maret 2014
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG MASALAH
Manusia
adalah makhluk individu dan makhluk sosial. Dalam hubungannya dengan manusia
sebagai makhluk sosial, terkandung suatu maksud bahwa manusia bagaimanapun juga
tidak dapat terlepas dari individu yang lain. Secara kodrat manusia akan selalu
hidup bersama. Dalam kehidupan semacam inilah terjadi interaksi dan komunikasi
baik dengan alam lingkungan dengan sesama maupun dengan Tuhan-Nya.
Dalam proses
interaksi dan komunikasi diperlukan keterampilan berbahasa aktif,
kreatif, produktif dan apresiatif yang mana salah satu unsurnya adalah
keterampilan menyimak yang bertujuan untuk menangkap dan memahami pesan ide
serta gagasan yang terdapat pada materi atau bahasa simakan. Menyimak
merupakan keterampilan yang pertama kali dipelajari, dikuasai manusia. Sejak
manusia bayi, bahkan sejak dalam kandungan sang ibu, kita sudah mulai belajar
menyimak. Dilanjutkan ketika kita terlahir ke muka bumi, proses belajar
menyimak atau mendengarkan itu terus-menerus kita lakukan, dengan mendengarkan
atau merekam terus-menerus setiap kata-kata merdu dari orang-orang terdekat
sang anak, sampai akhirnya kita bisa untuk pertama kali berbicara, tepatnya
mengulang ucapkan sebuah kata-bermakna yang sederhana. Seiring dengan
perjalanan waktu dan proses menyimak yang terus-menerus, akhirnya kita mulai
bisa meniru berbicara. Kalimat-kalimat sederhana bisa kita ulang ucapkan dan
orang-orang di sekitar prasekolah, dan kemudian pada jenjang sekolah dasar,
barulah kita diperkenalkan pada aspek keterampilan lain yaitu berbicara,
membaca, dan menulis.
Seseorang
itu dapat dikatakan terampil menyimak apabila dia dapat menyerap-menangkap
gagasan pikiran yang disimaknya atau yang disapaikan orang lain kepadanya
secara lisan, dengan tepat, benar, akurat, dan lengkap.
Dengan
demikian menyimak sangat penting dalam proses belajar mengajar. Maka dari itu,
akan dibahas batasan dan pengertian menyimak serta tahap-tahap dalam menyimak.
B. RUMUSAN MASALAH
Dalam
penyusunan makalah ini kami mempunyai beberapa rumusan masalah antara lain:
1. Pengertian
dan batasan menyimak
2. Tahap-tahap
menyimak
BAB II
PEMBAHASAN
A. BATASAN
DAN PENGERTIAN MENYIMAK
Dalam bahasa
Karo terdapat suatu pemeo yang berbunyi “Tuhu nge ibegina, tapi labo
idengkehkenna” yang artinya “memang didengarnya, tapi tidak disimaknya”.
Memang tidak dapat disangkal bahwa di dunia ini terdapat banyak telinga yang
kegiatannya hanya sampai pada tingkat mendengar
saja, belum sampai pada taraf menyimak.
Sampai-sampa Nabi Yeremia mengeluh karena jemaatnya banyak “yang mempunya mata
tetapi tidak melihat, yang mempunya telinga tetapi tidak mendengar”. (Yeremia
5:21).
Dalam bahasa
Inggris, padanan kata mendengar adalah to
hear, sedangkan padanan kata menyimak adalah to listen, atau dalam bentuk gerund-nya
masing-masing hearing dan listening.
Don Brown,
dalam disertasinya yang berjudul “Auding as the Binary Language Ability” pada
Stanford University, 1954, menyatakan bahwa istilah hearing dan listening
keduanya terbatas pada makna mendengarkan dan auding, yang diturunkan dari kata
kerja neologis to aud, lebih tepat melukiskan, memberikan keterampilan yang ada
sangkut-pautnya dengan para guru. “Auding is to the ears what reading is to the
eyes”. Kalau membaca merupakan proses besar dalam melihat, mengenal, serta
menginterpretasikan atau menafsirkan lambang-lambang tulis, dapat membatasi menyimak
sebagai proses besar mendengarkan, mengenal, serta menginterpretasikan lambang-lambang lisan (Anderson, 1972: 68).
Bahkan Russel & Russel mempergunakan formula berikut ini untuk
mengontraskan atau mempertentangkan reading dan auding lebih lanjut:
Seeing is to Hearing
As
Observing is to Listening
And
Reading is to Auding
Diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi:
Melihat untuk Mendengar
Maka
Mengamati untuk Mendengarkan
Dan
Membaca
untuk Menyimak
Dengan
demikian, menyimak bermakna mendengarkan dengan penuh pemahaman dan perhatian
serta apresiasi (Russel & Russel, 1959; Anderson, 1972: 69)
Menyimak dan
membaca berhubungan erat karena keduanya merupakan sarana untuk menerima informasi
dalam kegiatan komunikasi, perbedaannya terletak dalam jenis komunikasi:
menyimak berhubungan dengan komunikasi lisan, sedangkan membaca berhubungan
dengan komunikasi tulis. Dalam hal tujuan, keduanya mengandung persamaan yaitu
memperoleh informasi, menangkap isi atau pesan, dan memahami makna komunikasi (Tarigan,
1986: 9-10)
Dari uraian
di atas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
Menyimak
adalah suatu proses kegiatan mendengarkan lambang-lambang lisan dengan penuh
perhatian, pemahaman, apresiasi, serta interpretasi untuk memperoleh informasi,
menangkap isi atau pesan serta memahami makna komunikasi yang telah disampaikan
oleh sang pembicara melalui ujaran atau bahasa lisan.
Berikut
ada pengertian menyimak yang dikemukakan oleh beberapa ahli antara lain:
1. Underwood
mengemukakan bahwa menyimak ialah kegiatan mendengar atau memperhatikan baik-baik
apa yang diucapan orang, menangkap dan memahami makna dari apa yang didengar.
2. Baver
mengemukakan bahwa menyimak adalah kemampuan seseoarang untuk menyimpulkan
makna suatu wacana lisan yang didengar tanpa harus menerjemahkan kata demi
kata.
3. Urbana
mengemukakan bahwa menyimak adalah suatu proses penulisan bahasa yang dimaknai
kedalam pikiran.
4. Russel
mengemukakan bahwa menyimak bermakna mendengarkan dengan penuh pemahaman dan
perhatian serta apresiasi. (Russell 1959)
5. Kamidjan mengemukakan bahwa menyimak adalah suatu proses mendengarkan
lambang-lambang bahasa lisan dengan sungguh-sungguh penuh perhatian, pemahaman,
apresiatif yang dapat disertai dengan pemahaman makna komunikasi yang
disampaikan secara nonverbal.
6. Djago
Tarigan
mengemukakan bahwa menyimak dapat dikatakan mencakup mendengar, mendengarkan
dan disertai usaha pemahaman. Pada peristiwa menyimak ada unsur kesengajaan,
direncanakan dan disertai dengan penuh perhatian dan minat.
B. TAHAP-TAHAP MENYIMAK
Ruth G.
Stricland menyimpulkan ada sembilan tahapan menyimak, mulai dari yang tidak
ketentuan sampai pada yang amat bersungguh-sungguh, yaitu sebagai berikut:
1. Menyimak
berkala, yang terjadi
pada saat-saat sang anak merasakan keterlibatan langsung dalam pembicaraan
mengenai dirinya.
2. Menyimak
dengan perhatian dangkal, karena sering mendapat gangguan dengan adanya
selingan-selingan perhatian kepada hal-hal di luar pembicaraan.
3. Setengah
menyimak, karena
terganggu oleh kegiatan menunggu kesempatan untuk mengekspresikan isi hati
serta mengutarakan apa yang terpendam dalam hati sang anak.
4. Menyimak
serapan, karena anak
keasikan menyerap atau mengabsorpsi hal-hal yang kurang penting, hal ini
merupakan penjaringan pasif yang sesungguhnya.
5. Menyimak
sekali-sekali, menyimpan sebentar-sebentar apa yang disimak, karena perhatiannya terganggu
oleh keasikan lain dan hanya mendengarkan hal-hal yang menarik saja.
6. Menyimak
asosiatif; hanya
mengingat pengalaman-pengalaman pribadi secara konstan, yang mengakibatkan
penyimak benar-benar tidak memberi reaksi terhadap pesan yang di sampaikan
pembicara.
7. Menyimak
dengan reaksi berkala terhadap pembicara dengan memberi komentar maupun
pertanyaan.
8. Menyimak
secara seksama, mengikuti jalan pikiran pembicara dengan sungguh-sungguh mengikuti jalan
pikiran sang pembicara.
9. Menyimak
secara aktif untuk
mendapatkan serta menemukan pikiran, pendapat, dan gagasan sang pembicara
(Strickland, 1957; Dawson [et all], 1963: 154).
Perbedaan
tahap-tahap menyimak sebenarnya mencerminkan perbedaan taraf keterlibatan
seseorang terhadap isi pembicaraan yang disajikan sang pembicara.
Situasi-situasi berikut ini merupakan contoh tahap-tahap menyimak ditinjau dari
segi perbedaan maksud dan tujuan:
1) Menyimak tanpa reaksi, mendengar bunyi kata-kata tetapi tidak
memberikan reaksi kepada ide-ide yang diekspresikan. Misalnya seorang ibu tahu
bahwa putrinya nonberbicara tetapi sang ibu tidak memperhatikannya.
2) Menyimak sebentar-sebentar, memperhatikan sang pembicara
sebentar-sebentar. Misalnya mendengar suatu ide pada suatu khotbah atau
ceramah, tetapi ide-ide lainnya tidak didengarkan.
3) Setengah menyimak, mengikuti diskusi atau pembicaraan
hanya dengan maksud suatu kesempatan untuk mengekspresikan ide sendiri.
Misalnya seseorang yang mendengarkan suatu percakapan hanya untuk mencari
kesempatan untuk mengemukakan kepada hadirin bagaimana cara beternak ulat
sutera.
4) Menyimak secara pasif, dengan sedikit responsi yang
kelihatan. Misalnya sang anak mengetahui bahwa sang guru mengatakan kepada
seluruh kelas untuk kedua kalinya bagaimana cara berjalan di dalam ruangan agar
tidak mengganggu orang lain. Karena sang anak sudah mengetahui hal itu maka
penyimakannya bersifat pasif saja dan responsinya tidak begitu besar.
5) Menyimak secara sempit, dalam hal ini makna atau penekanan
yang penting pudar dan lenyap karena sang penyimak menyeleksi butir-butir yang
biasa, yang berkenan, ataupun yang sesuai padanya, dan yang dapat disetujuinya.
Misalnya seorang anggota Partai Republik menyimak pembicaraan seorang tokoh
dari partai lain. Karena kesibukannya memilih ide yang diinginkannya, dia
kehilangan ide utama sang pembicara. Inilah akibatnya penyimakan yang sempit,
ketertutupan hati seseorang.
6) Menyimak asosiasif, menyimak serta membentuk
asosiasi-asosiasi dengan butir-butir yang berhubungan dengan
pengalaman-pengalaman pribadi seseorang. Misalnya seorang siswa SD mendengar
bunyi awal kata-kata Karim, kurang, kaya, karena, kita dan menghubungkannya
dengan huruf k.
7) Menyimak ide-ide, menyimak suatu laporan untuk
menangkap ide-ide pokok dan unsur-unsur penunjang, atau mengikuti
petunjuk-petunjuk. Misalnya menyimak peraturan-peraturan serta uraian-uraian
suatu permainan baru.
8) Menyimak secara kritis, seorang penyimak memperhatikan
nilai-nilai kata emosional dalam suatu iklan advertensi yang disiarkan melalui
radio.
9) Menyimak secara apresiasif dan kreatif, dengan
responsi mental dan emosional sejati yang matang. Misalnya seorang siswa
menyimak gurunya membacakan riwayat perjuangan seorang pahlawan menentang
penjajah, dan memperoleh kegembiraan karena dapat mengetahui sifat-sifat
pahlawan sejati (Anderson, 1972: 69).
Untuk
memperluas cakrawala mengetahui tahap-tahap menyimak, ada pakar lain yang
mengemukakan adanya tujuh tahapan menyimak yaitu:
1. Isolasi, pada tahap ini sang penyimak mencatat aspek-aspek
individual kata lisan dan memisah-misahkan atau mengisolasikan bunyi-bunyi,
ide-ide, fakta-fakta, organisasi-organisasi khusus, begitu pula
stimulus-stimulus lainnya.
2. Identifikasi, sekali stimulus tertentu telah dapat dikenal maka
suatu makna atau identitaspun diberikan kepada setiap butir yang berdikari itu.
3. Integrasi, kita mengintegrasikan atau menyatupadukan sesuatu
yang telah kita simpan dan rekam dalam otak. Oleh karena itulah, pengetahuan
umum sangat penting dalam tahap ini. Kalau menyimak berlangsung, kita harus
terlebih dahulu mempunya beberapa latar belakang atau pemahaman mengenai bidang
pokok pesan tertentu. Kalau kita tidak memiliki bahan penunjang yang dapat
dipergunakan untuk mengintegrasikan informasi yang baru itu, jelas kegiatan menyimak
itu akan menemui kesulitan atau kendala.
4. Inspeksi, pada tahap ini, informasi baru yang telah kita terima
dikontraskan dan dibandingkan dengan segala informasi yang telah dimiliki
mengenai hal tersebut. Proses ini akan menjadi paling mudah berlangsung kalau
informasi baru justru menunjang prasangka atau prakonsepsi kita. Akan tetapi
kalau informasi baru itu bertentangan dengan ide-ide kita sebelumnya mengenai
sesuatu, kita harus mencari serta memilih hal-hal tertentu dari informasi itu
yang lebih mendekati kebenaran.
5. Interpretasi, pada tahap ini, kita secara aktif mengevaluasi
sesuatu yang didengar dan menelusuri dari mana datangnya semua itu. Kita pun
mulai menolak dan menyetujui serta mengakui dan mempertimbangkan informasi
tersebut dengan sumber-sumbernya.
6. Interpolasi, selama tidak ada pesan yang membawa makna dalam dan
memberi informasi, tanggung jawab kitalah untuk menyediakan serta memberikan
data-data dan ide-ide penunjang dari latar belakang pengetahuan dan pengalaman
kita sendiri untuk mengisi serta memenuhi butir-butir pesan yang kita dengar.
7. Introspeksi, dengan cara merefleksikan dan menguji informasi
baru, kita berupaya untuk mempersonalisasikan informasi tersebut dan
menerapkannya pada situai kita sendiri (Hunt; 1981: 18-19).
Selan itu
juga ada ahli lan yang berpendapat bahwa tahap-tahap menyimak itu ada 6, yakni
(a) mendengar, (b) mengidentifikasikan, (c) menginterpretasi, (d) memahami, (e)
menilai, dan (f) menanggapi.
1)
Mendengar
Dalam tahap
mendengar, penyimak berusaha menangkap pesan pembicara dalam bentuk bunyi
bahasa. Untuk menangkap bunyi
bahasa itu diperlukan telinga yang
peka. Di samping itu, penyimak dituntut pula dapat mengingat bunyi yang telah ditangkap oleh telingnya. Kemampuan
menangkap dan mengingat itu harus dilandasi kemampuan memusatkan perhatian.
2)
Mengidentifikasikan
Bunyi yang
sudah ditangkap perlu diidentifikasi, dikenali dan dikelompokkan.
Pengidentifikasian bunyi bahasa akan semakin sempurna apabila penyimak memiliki
kemampuan linguistik.
3)
Menginterpretasi
Bunyi bahasa
perlu diinterprestasikan maknanya. Perlu diupayakan agar interpretasi makna ini
sesuai atau mendekati makna yang dimaksudkan oleh pembicara. Kemampuan yang
harus dimiliki penyimak dalam tahap menginterpretasikan ini adalah kemampuan nonlinguistik.
4)
Memahami
Pesan yang
sudah ditangkap, ditafsirkan dan dipahami maknanya. Setelah itu makna pesan itu
perlu pula dikaji kebenaran isinya. Di sini diperlukan pengalaman yang luas,
kedalaman dan keluasan ilmu dari penyimak.
5)
Menilai
Dalam fase
menilai inilah diperlukan kemampuan
menilai.
6)
Menanggapi
Tahap akhir
dari proses menyimak ialah menaggapi makna pesan yang telah selesai dinilai. Di
sini diperlukan kemampuan memberikan
tanggapan. Tanggapan reaksi penyimak terhadap pesan yang diterimanya
dapat berwujud berbagai bentuk seperti mengangguk-angguk tanda setuju, mencibir
atau mengerjakan sesuatu.
Orang
sering berfikir bahwa menyimak semata-mata merupakan kegiatan mendengarkan
suara-suara, tetapi sesungguhnya lebih dari itu. Dalam komunikasi, menyimak
terdiri dari berbagai elemen seperti penerimaan, pemahaman, pengingatan,
pengevaluasian, dan penanggapan (Adler et al., 1986; Lesikar et al., 1999;
Myers & Myers, 1975; Devito, 2001).
1. Penerimaan
Menyimak dimulai dengan penerimaan pesan-pesan yang
dikirim pembicara baik yang bersifat verbal maupun non verbal, apa yang
dikatakan dan apa yang tidak diucapakan. Tahapan ini dibentuk oleh dua elemen
pokok yakni pendengaran dan perhatian.
Aktivitas mendengar atau hearing merupakan aspek
fisiologis dari menyimak. Aktivitas ini merupakan proses yang tidak selektif
terhadap gelombang-gelombang suara yang mengenai telinga. Sejauh ini
gelombang-gelombang suara yang dapat direspons oleh telinga berkisar antara 125
hingga 8000 putaran per detik (frekuensi) dan antara 55 hingga 85 desibal (Adler
et al., 1986).
Mendengar juga dipengaruhi oleh latar belakang
gannguan (noise). Jika frekuensi gangguan sama dengan frekuensi suara
percakapan, maka suara percakapan itu disebut masked, tetapai jika frekuensi
gangguan tersebut berbeda dengan frekuensi percakapan maka disebut white noise.
Tentu saja gangguan-gangguan ini dapat mengurangi kemampuan kita untuk
mendengar.
Mendengar juga dipengaruhi oleh kelelahan alat
pendengaran (auditory), yaitu suatu pendengaran kehilangan sesaat yang
disebabkan terpaan terus-menerus oleh bunyi atau suara nyaring (keras).
Orang-orang yang sering meluangkan waktu malamnya didiskotik, misalnya, dapat
mengalami kelelahan pendengaran dan, jika terlalu sering dapat menyebabkan
kehilangan pendengaran secara menetap (permanen).
Setelah suara-suara diubah ke dalam
dorongan-dorongan elektrokimia dan dikirimkan ke otak, maka dibuatlah sebuah
keputusan. Keputusan ini sering hanya terfokus pada suatu hal dan sering tidak
disadari. Proses menyimak itu sendiri dimulai ketika ransangan fisiologis
diubah menjadi sesuatu yang bersifat psikologis. Artinya gelombang-gelombang
suara yang diterima seseorang akan diubah bentuk ke dalam sinyal-sinyal yang
dapat dimengerti otak dan selanjutnya diberi makna. Tentu saja dalam memaknai
pesan-pesan verbal ini perlu juga diperhatikan, atau akan disesuaikan dengan,
hal-hal yang sifatnya non verbal seperti gesture, ekspresi wajah dan nada atau
tekanan suara.
Selain itu pemaknaan terhadap simbol-simbol yang
diinderanya ini akan disesuaikan dengan minat, keinginan, hasrat, dan
kebutuhannya. Jadi perhatian dikaitkan dengan proses penyaringan (filtering)
terhadap pesan-pesan yang masuk. Karena itu makna pesan yang diterima oleh
seseorang dapat berbeda dengan yang lainnya walaupun masing-masing orang akan
memperoleh pesan yang sama.
2. Pemahaman
Tahap berikutnya yaitu pemahaman yang disusun dari
dua elemen pokok, pembelajaran dan pemberian makna. Di sini kita berupaya
mengetahui siapa yang dimaksudkan oleh pembicara dengan cara mempelajari
pemikiran-pemikiran dan emosi-emosinya. Kita mencoba menghubungkan informasi
yang diberikan oleh pembicara dengan apa yang telah kita ketahui.
Pertama, pemahaman sebuahpesan berkaitan dengan
aturan-aturan gramatikal dari bahasa yang digunakan untuk menyampaikan pesan
tersebut. Kita harus memahami aturan-aturan ini. Kedua, pemahaman juga
tergantung pada pengetahuan entang sumber pesan, seperti apakah orang tersebut
jujur, cenderung berbohong, bersahabat, merupakan saingan, dan sebagainya.
Ketiga, pemahaman terhadap sebuah pesan berhubungan dengan konteks sosial,
waktu dan tempat. Sebagai contoh, kita dapat memutuskan apakah menerima hinaan
dari seorang teman sebagai suatu yang sungguh-sungguh atau sebagai sebuah
lelucon, tergantung konteksnya. Jadi secara umum pemahaman tergantung pada
asumsi umum mengenai sesuatu. Sebagai contoh simaklah kalimat berikut:
“saya
telah membeli sepatu buaya.”
“saya
telah membeli sepatu kuda.”
Oleh karena kedua kalimat itu memiliki struktur
bahasa yang sama dan dapat diucapkan oleh orang yang sama, maka kalimat itu
dapat diinterprestasikan dengan cara yang sama. Kedua kalimat itu dapat
mengindikasikan bahwa seseorang membeli dua pasang sepatu, satu dibuat dari
kulit buaya, satunya lagi dari kulit kuda, atau dua pasang sepatu yang dijual,
satu untuk seekor buaya dan satunya untuk seekor kuda.
Tetapi, karena asumsi umum yang kita peroleh tentang
sesuatu, kita dapat mengerti bahwa kalimat pertama merujuk pada sepatu yang
dibuat dari kulit buaya, karena memanng buaya tidak pernah memakai sepatu.
Kedua, ia bisa menunjuk pada sepatu untuk kuda, sepatu yang terbuat dari kulit
kuda atua sepatu ayng khusus digunakan untuk menunggang kuda.
Pemahaman sering tergantung pula pada kemampuan
untuk mengorganisasikan informasi yang kita dengar ke dalam bentuk yang dapat
diterima. Keberhasilan pemahaman berhubungan dengan factor-faktor kemampuan,
kecerdasan dan motivasi. Pesan-pesan yang terorganisir atau tidak terorganisir.
Orang-orang yang berhasil memahami pesan-pesan percakapan yang erorganisasi,
yang umumnya lebih mengikat dibandingkan dengan pesan-pesan yang tidak
terorganisasi, lebih sensitif terhadap orang lain dan lebih bersedia untuk
mencoba memahami mereka. Keberhasilan-keberhasilan dalam memahami pesan-pesan
percakapan dapat meningkatkan kemampuan seseorang untuk mengerti dan unutuk
lebih mahir dalam berfikir.
3. Pengingatan
Selama proses menyimak kita perlu mengingat berbagai
pesan. Kemampuan untuk mengingat informasi ini berkaitan dengan seberapa banyak
informasi yang ada dalam benak dan apakah informasi bisa diulang atau idak.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa manusia hanya dapat mengingat setengah dari
apa yang mereka dengar segera setelah mendengarnya. Mereka lupa setengahnya
walaupun telah berusaha keras untuk menyimak. Situasi ini mungkin tidak begitu
buruk jika setengah yang diingatnya tadi dipahami dengan benar. Biasanya dalam
dua bulan, setengah dari setengah yang diingatnya itu dilupakan, sehingga apa
yang kita ingat berkurang 25% dari pesan semula. Namun demikian seringkali
kehilangan ini tidak sampai dua bulan. Tidak sedikit orang yang mulai melupakan
dengan segera apa yang diingatnya. Umumnya dalam delapan jam, 50% kemampuan
mengingat berkurang menjadi 35% (Adler, 1986). Jadi sebenarnya sejumlah
informasi yang kita proses dan kita ingat setiap hari merupakan sebuah fraksi
kecil dari apa yang kita dengar.
Sesungguhnya ada dua jenis memori yakni jangka
pendek yang tahan hingga 20 detik hingga satu menit, serta memori jangka panjang
yang tidak dibatasi dalam kapasitasnya.
Hal yang mungkin untuk menggerakkan informasi dari ingatan jangka pendek ke
jangka panjang adalah melalui pelatihan atau pengulangan, seperti yang mungkin
kita lakukan ketika secara mental mengulang nama seorang yang penting yang
telah diperkenalkan kepada kita.
Penggunaan data jangka pendek biasanya terjadi dalam
sebuah percakapan, sedangkan perkuliahan, misalnya, merujuk kepada penyimpanan
informasi jangka panjang. Perbedaan ini menjelaskan kenapa ketika mendengar
sebuah pembicaraan selama lebih dari setengah menit, perasaan kita tentang
pembicara sering berubah. Hal ini disebabkan adanya dorongan untuk menaruh apa
yang kita denga ke dalam memori jangka panjang. Perbedaan ini juga dapat
menjelaskan kenapa beberapa mehasiswa yang berpartisipasi aktif dalam diskusi
kelas tidak jarang memperoleh nilai ujian yang rendah. Hal ini disebabkan
kemampuan mendengar jangka pendek mereka baik, tetapi kemampuan mengingat
jangka panjangnya jelek.
Dalam situasi komunikasi publik atau kelompok, kita
dapat memperbesar memori dengan mencatat atau merekam setiap pesan. Tetapi
dalam situasi komunikasi antar pribadi mencatat pesan tidaklah cocok, walaupun
dalam beberapa kasus lainnya dibenarkan seperti mencatat alamat, nomor telepon,
janji, perintah atau ketika sedang melakukan wawancara. Sebagai contoh, ketika
seorang teman kita mengatakan, dia sedang merencanakan membeli sebuah mobil
baru, penyimak yang efektif akan mengingatnya dan jika bertemu kembali akan
menanyakan mobil tersebut. Begitu juga ketika teman lainnya mengatakan ibunya
sedang sakit, penyimak yang efektif akan mengingatnya dan akan menanyakan
tentang kesehatannya dalam pertemuan berikutnya.
Sebenarnya apa yang kita ingat bukanlah apa yang
telah dikatakan oleh seseorang tetapi apa yang kita pikirkan tentang yang telah
dikatakan oleh orang tersebut. Pembicaraan tidak reproduktif, tidak
mereproduksi mengenai apa yang telah dikatakan oleh pembicara, tetapi bersifat
rekonstrukif; yakni kita merekonstruksi pesan yang kita dengar ke dalam sebuah
sistem yang berarti bagi kita.
Kita sering merekonstruksi setiap pesan sehingga
memiliki arti bagi kita. Kendati demikian dalam proses rekonstruksi ini tidak
jarang pesan-pesan disimpangkan. Karena itu dalam mengingat, cobalah
mengidentifikasikan gagasan-gagasan pokok dan hal-hal pokok lainnya yang
mendukung. Ringkaslah pesan dalam sebuah bentuk pengingatan yang lebih mudah,
tetapi hati-hatilah jangan sampai mengabaikan kualifikasi atau detail-detail
yang penting. Ulangilah nama-nama dan konsep-konsep atau jika memang perlu ucapkanlah dengan keras.
4. Pengevaluasian
Pengevaluasian terdiri dari penilaian dan
pengkritisian pesan. Kadang-kadang kita dapat mencoba mengevaluasi setiap motif
dan niat pokok pembicara. Seringkali proses evaluasi ini berjalan tanpa banyak
disadari. Sebagai contoh, seseorang mengatakan pada kita bahwa dia sedang
melakukan sebuah promosi dan ia sungguh senang dengan pekerjaan ini.
Selanjutnya kita dapat mencoba menilai niatnya, mungkin dia ingin agar kita
menggunakan pengaruh kita sebagai presiden direktur, atau dia sedang asyik
dengan pekerjaan promosi sehingga mengatakannya kepada setiap orang, atau dia
sedang mencari pujian.
Dalam situasi lain, evaluasi yang kita lakukan
merupakan analisis kritis yang lebih bersifat alami. Sebagai contoh, dalam
menyimak proposal yang diusulkan dalam pertemuan bisnis, kita dapat menanyakan,
apakah proposal tersebut bersifat praktis? Akankah ia meningkatkan
produktivitas? Apa buktinya? Apakahh ada bukti-bukti yang bertentangan? Dalam
mengevaluasi pembicaraan seseorang cobalah untuk menahan penilaian sampai kita
benar-benar mengerti sudut pandang pembicara.
5. Penanggapan
Dalam tahap penanggapan itu terjadi dalam dua fase,
yakni fase-fase itu ialah:
a. tanggapan
yang kita buat sementara pembicara berbicara.
b. tanggapan
yang kita buat setelah pembicara berhenti berbicara.
Tanggapan ini merupakan umpan balik yang menginformasikan
bahwa kita merespon pembicara bagaimana kita merasakan dan apa yang kita
pikirkan tentang pesan-pesam pembicara. Tanggapan-tanggapan yang dibuat oleh
kita, sementara pembicara sedang berbicara harus bersifat dukungan dan harus
menunjukkan bahwa kita sedang menyimak terhadap pembicara. Tanggapan-tanggapan
ini oleh para ahli bahasa nonverbal biasa disebut isyarat balik, seperti “oh,
begitu,” “ya” dan sinyal-sinyal sejenis lainnya yang membuat pembicara
mengetahui bahwa kita sedang menyimak.
Tanggapan-tanggapan yang dibuat setelah pembicara
menghentikan pembicaraannya secara umum lebih merupakan ketelitian atau
pengembangan dan dapat termasuk perwujudan dan empati, contoh “saya tahu apa
yang kamu rasakan,” atau berupa pertanyaan klasifikasi misalnya, “maksudmu,
bahwa rencana kesehatan yang baru ini harus ditempatkan kembali pada rencana
semula?” Dapat juga berupa tanggapan seperti, “saya pikir bukti-bukti yang anda
kemukakan lemah,” atau berupa persetujuan misalnya, “sesungguhnya kamu benar
tentang hal ini, saya akan mendukung proposal kamu.” Dalam melakukan tanggapan
cobalah untuk mendukung pembicara melalui penggunaan isyarat balik kita, sebab
dengan hanya mengandalkan satu isyarat balik, seperti mengulang-ngulang kata
“oh, ya.” akan menunjukkan bahwa kita sebenarnya tidak menyimak dan lebih
menyerupai mesin penjawab otomatis saja.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari uraian
di atas menjelaskan bahwa menyimak dalam kehidupan sehari-hari sangatlah
penting karena dapat memperoleh informasi untuk menambah wawasan dan
pengetahuan. Begitu juga dalam lingkungan pendidikan, menyimak mempunyai
peranan penting karena dengan menyimak mahasiswa dapat menambah ilmu, menerima
dan menghargai pendapat orang lain. Tujuan utama dari menyimak ialah menangkap,
memahami, atau menghayati pesan, ide, gagasan yang tersirat dalam bahan
simakan.
B. SARAN
Berdasarkan
isi dari makalah ini kami menyampaikan saran kepada pembaca dan penulis:
1. Hendaknya
kita mengetahui batasan dan pengertian menyimak.
2. Hendaknya
kita juga mengetahui tahap-tahap menyimak
3. Sering-seringlah
dalam berkarya baik dalam membuat karya tulis atau karya yang lain, karena itu
dapat menambah pengalaman, wawasan, serta ketrampilan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Tarigan,
Henry Guntur. 1986. Menyimak Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa.
Bandung: Angkasa. Hal: 29-37.
2.
Hermawan, Herry. 2012. Menyimak Keterampilan Berkomunikasi Yang
Terabaikan. Yogyakarta: Graha Ilmu. Hal: 29-42.
3.
T.W., Solhan. 2011. Pendidikan Bahasa
Indonesia Di SD. Jakarta: Universitas Terbuka. Hal: 10.9.
4.
Nurjamal, Dieng; Warta Sumirat; Riadi
Darwis. 2011. Terampil Berbahasa.
Bandung: Alfabeta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar