Sabtu, 14 Mei 2016

MENYIMAK - BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

MAKALAH KELOMPOK
“MENYIMAK”

DISUSUN GUNA MEMENUHI TUGAS PERKULIAHAN
MATA KULIAH KONSEP DASAR BAHASA DAN SASTRA INDONESIA II
Dosen Pengampu: Kiswo, S.Pd., M.Pd


Description: E:\STKIP ISLAM\Logo STKIP-STIE\STIKIP ISLAM BUMIAYU tnp BACKGROUND.png

Disusun Oleh:
1. Riva Azizati                       (40212095)
2. Nila Azizati                        (40212101)
3. Maesaroh Khayati                        (40212116)


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
STKIP ISLAM BUMIAYU
2014
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena limpahan rahmat-Nya kami diberi kesehatan, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang menjadi tugas mata kuliah Konsep Dasar Bahasa Dan Sastra Indonesia II.
Makalah yang berjudul ‘Menyimak’ merupakan aplikasi dari kami. Selain untuk memenuhi tugas mata kuliah tersebut juga untuk memberikan pengetahuan tentang hubungan kurikulum dengan sosial budaya bangsa.
Dalam makalah ini, kami menyadari masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu segala saran dan kritik guna perbaikan dan kesempurnaan sangat kami nantikan.
Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat dan memberi wawasan ataupun menjadi referensi kita dalam mengetahui dan mempelajari tentang Menyimak yang berkaitan dengan batasan dan pengertian menyimak serta tahap-tahap menyimak.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi penyusun dan para pembaca pada umumnya.










Bumiayu, 11 Maret 2014





BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH
Manusia adalah makhluk individu dan makhluk sosial. Dalam hubungannya dengan manusia sebagai makhluk sosial, terkandung suatu maksud bahwa manusia bagaimanapun juga tidak dapat terlepas dari individu yang lain. Secara kodrat manusia akan selalu hidup bersama. Dalam kehidupan semacam inilah terjadi interaksi dan komunikasi baik dengan alam lingkungan dengan sesama maupun dengan Tuhan-Nya.
Dalam proses interaksi dan komunikasi diperlukan keterampilan berbahasa aktif, kreatif, produktif dan apresiatif yang mana salah satu unsurnya adalah keterampilan menyimak yang bertujuan untuk menangkap dan memahami pesan ide serta gagasan yang terdapat pada materi atau bahasa simakan. Menyimak merupakan keterampilan yang pertama kali dipelajari, dikuasai manusia. Sejak manusia bayi, bahkan sejak dalam kandungan sang ibu, kita sudah mulai belajar menyimak. Dilanjutkan ketika kita terlahir ke muka bumi, proses belajar menyimak atau mendengarkan itu terus-menerus kita lakukan, dengan mendengarkan atau merekam terus-menerus setiap kata-kata merdu dari orang-orang terdekat sang anak, sampai akhirnya kita bisa untuk pertama kali berbicara, tepatnya mengulang ucapkan sebuah kata-bermakna yang sederhana. Seiring dengan perjalanan waktu dan proses menyimak yang terus-menerus, akhirnya kita mulai bisa meniru berbicara. Kalimat-kalimat sederhana bisa kita ulang ucapkan dan orang-orang di sekitar prasekolah, dan kemudian pada jenjang sekolah dasar, barulah kita diperkenalkan pada aspek keterampilan lain yaitu berbicara, membaca, dan menulis.
Seseorang itu dapat dikatakan terampil menyimak apabila dia dapat menyerap-menangkap gagasan pikiran yang disimaknya atau yang disapaikan orang lain kepadanya secara lisan, dengan tepat, benar, akurat, dan lengkap.
Dengan demikian menyimak sangat penting dalam proses belajar mengajar. Maka dari itu, akan dibahas batasan dan pengertian menyimak serta tahap-tahap dalam menyimak.
B. RUMUSAN MASALAH
Dalam penyusunan makalah ini kami mempunyai beberapa rumusan masalah antara lain:
1.      Pengertian dan batasan menyimak
2.      Tahap-tahap menyimak



BAB II
PEMBAHASAN

A. BATASAN DAN PENGERTIAN MENYIMAK
Dalam bahasa Karo terdapat suatu pemeo yang berbunyi “Tuhu nge ibegina, tapi labo idengkehkenna” yang artinya “memang didengarnya, tapi tidak disimaknya”. Memang tidak dapat disangkal bahwa di dunia ini terdapat banyak telinga yang kegiatannya hanya sampai pada tingkat mendengar saja, belum sampai pada taraf menyimak. Sampai-sampa Nabi Yeremia mengeluh karena jemaatnya banyak “yang mempunya mata tetapi tidak melihat, yang mempunya telinga tetapi tidak mendengar”. (Yeremia 5:21).
Dalam bahasa Inggris, padanan kata mendengar adalah to hear, sedangkan padanan kata menyimak adalah to listen, atau dalam bentuk gerund-nya masing-masing hearing dan listening.
Don Brown, dalam disertasinya yang berjudul “Auding as the Binary Language Ability” pada Stanford University, 1954, menyatakan bahwa istilah hearing dan listening keduanya terbatas pada makna mendengarkan dan auding, yang diturunkan dari kata kerja neologis to aud, lebih tepat melukiskan, memberikan keterampilan yang ada sangkut-pautnya dengan para guru. “Auding is to the ears what reading is to the eyes”. Kalau membaca merupakan proses besar dalam melihat, mengenal, serta menginterpretasikan atau menafsirkan lambang-lambang tulis, dapat membatasi menyimak sebagai proses besar mendengarkan, mengenal, serta menginterpretasikan  lambang-lambang lisan (Anderson, 1972: 68).
Bahkan Russel & Russel mempergunakan formula berikut ini untuk mengontraskan atau mempertentangkan reading dan auding lebih lanjut:
Seeing is to Hearing
            As
Observing is to Listening
            And
Reading is to Auding
Diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi:
            Melihat untuk Mendengar
                        Maka
            Mengamati untuk Mendengarkan
                        Dan
            Membaca untuk Menyimak
Dengan demikian, menyimak bermakna mendengarkan dengan penuh pemahaman dan perhatian serta apresiasi (Russel & Russel, 1959; Anderson, 1972: 69)
Menyimak dan membaca berhubungan erat karena keduanya merupakan sarana untuk menerima informasi dalam kegiatan komunikasi, perbedaannya terletak dalam jenis komunikasi: menyimak berhubungan dengan komunikasi lisan, sedangkan membaca berhubungan dengan komunikasi tulis. Dalam hal tujuan, keduanya mengandung persamaan yaitu memperoleh informasi, menangkap isi atau pesan, dan memahami makna komunikasi (Tarigan, 1986: 9-10)
Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
Menyimak adalah suatu proses kegiatan mendengarkan lambang-lambang lisan dengan penuh perhatian, pemahaman, apresiasi, serta interpretasi untuk memperoleh informasi, menangkap isi atau pesan serta memahami makna komunikasi yang telah disampaikan oleh sang pembicara melalui ujaran atau bahasa lisan.
            Berikut ada pengertian menyimak yang dikemukakan oleh beberapa ahli antara lain:
1.      Underwood mengemukakan bahwa menyimak ialah kegiatan mendengar atau memperhatikan baik-baik apa yang diucapan orang, menangkap dan memahami makna dari apa yang didengar.
2.      Baver mengemukakan bahwa menyimak adalah kemampuan seseoarang untuk menyimpulkan makna suatu wacana lisan yang didengar tanpa harus menerjemahkan kata demi kata.
3.      Urbana mengemukakan bahwa menyimak adalah suatu proses penulisan bahasa yang dimaknai kedalam pikiran.
4.      Russel mengemukakan bahwa menyimak bermakna mendengarkan dengan penuh pemahaman dan perhatian serta apresiasi. (Russell 1959)
5.      Kamidjan mengemukakan bahwa menyimak adalah suatu proses mendengarkan lambang-lambang bahasa lisan dengan sungguh-sungguh penuh perhatian, pemahaman, apresiatif yang dapat disertai dengan pemahaman makna komunikasi yang disampaikan secara nonverbal.
6.      Djago Tarigan mengemukakan bahwa menyimak dapat dikatakan mencakup mendengar, mendengarkan dan disertai usaha pemahaman. Pada peristiwa menyimak ada unsur kesengajaan, direncanakan dan disertai dengan penuh perhatian dan minat.
B. TAHAP-TAHAP MENYIMAK
Ruth G. Stricland menyimpulkan ada sembilan tahapan menyimak, mulai dari yang tidak ketentuan sampai pada yang amat bersungguh-sungguh, yaitu sebagai berikut:
1.      Menyimak berkala, yang terjadi pada saat-saat sang anak merasakan keterlibatan langsung dalam pembicaraan mengenai dirinya.
2.      Menyimak dengan perhatian dangkal, karena sering mendapat gangguan dengan adanya selingan-selingan perhatian kepada hal-hal di luar pembicaraan.
3.      Setengah menyimak, karena terganggu oleh kegiatan menunggu kesempatan untuk mengekspresikan isi hati serta mengutarakan apa yang terpendam dalam hati sang anak.
4.      Menyimak serapan, karena anak keasikan menyerap atau mengabsorpsi hal-hal yang kurang penting, hal ini merupakan penjaringan pasif yang sesungguhnya.
5.      Menyimak sekali-sekali, menyimpan sebentar-sebentar apa yang disimak, karena perhatiannya terganggu oleh keasikan lain dan hanya mendengarkan hal-hal yang menarik saja.
6.      Menyimak asosiatif; hanya mengingat pengalaman-pengalaman pribadi secara konstan, yang mengakibatkan penyimak benar-benar tidak memberi reaksi terhadap pesan yang di sampaikan pembicara.
7.      Menyimak dengan reaksi berkala terhadap pembicara dengan memberi komentar maupun pertanyaan.
8.      Menyimak secara seksama, mengikuti jalan pikiran pembicara dengan sungguh-sungguh mengikuti jalan pikiran sang pembicara.
9.      Menyimak secara aktif untuk mendapatkan serta menemukan pikiran, pendapat, dan gagasan sang pembicara (Strickland, 1957; Dawson [et all], 1963: 154).
Perbedaan tahap-tahap menyimak sebenarnya mencerminkan perbedaan taraf keterlibatan seseorang terhadap isi pembicaraan yang disajikan sang pembicara. Situasi-situasi berikut ini merupakan contoh tahap-tahap menyimak ditinjau dari segi perbedaan maksud dan tujuan:
1)      Menyimak tanpa reaksi, mendengar bunyi kata-kata tetapi tidak memberikan reaksi kepada ide-ide yang diekspresikan. Misalnya seorang ibu tahu bahwa putrinya nonberbicara tetapi sang ibu tidak memperhatikannya.
2)      Menyimak sebentar-sebentar, memperhatikan sang pembicara sebentar-sebentar. Misalnya mendengar suatu ide pada suatu khotbah atau ceramah, tetapi ide-ide lainnya tidak didengarkan.
3)      Setengah menyimak, mengikuti diskusi atau pembicaraan hanya dengan maksud suatu kesempatan untuk mengekspresikan ide sendiri. Misalnya seseorang yang mendengarkan suatu percakapan hanya untuk mencari kesempatan untuk mengemukakan kepada hadirin bagaimana cara beternak ulat sutera.
4)      Menyimak secara pasif, dengan sedikit responsi yang kelihatan. Misalnya sang anak mengetahui bahwa sang guru mengatakan kepada seluruh kelas untuk kedua kalinya bagaimana cara berjalan di dalam ruangan agar tidak mengganggu orang lain. Karena sang anak sudah mengetahui hal itu maka penyimakannya bersifat pasif saja dan responsinya tidak begitu besar.
5)      Menyimak secara sempit, dalam hal ini makna atau penekanan yang penting pudar dan lenyap karena sang penyimak menyeleksi butir-butir yang biasa, yang berkenan, ataupun yang sesuai padanya, dan yang dapat disetujuinya. Misalnya seorang anggota Partai Republik menyimak pembicaraan seorang tokoh dari partai lain. Karena kesibukannya memilih ide yang diinginkannya, dia kehilangan ide utama sang pembicara. Inilah akibatnya penyimakan yang sempit, ketertutupan hati seseorang.
6)      Menyimak asosiasif, menyimak serta membentuk asosiasi-asosiasi dengan butir-butir yang berhubungan dengan pengalaman-pengalaman pribadi seseorang. Misalnya seorang siswa SD mendengar bunyi awal kata-kata Karim, kurang, kaya, karena, kita dan menghubungkannya dengan huruf k.
7)      Menyimak ide-ide, menyimak suatu laporan untuk menangkap ide-ide pokok dan unsur-unsur penunjang, atau mengikuti petunjuk-petunjuk. Misalnya menyimak peraturan-peraturan serta uraian-uraian suatu permainan baru.
8)      Menyimak secara kritis, seorang penyimak memperhatikan nilai-nilai kata emosional dalam suatu iklan advertensi yang disiarkan melalui radio.
9)      Menyimak secara apresiasif dan kreatif, dengan responsi mental dan emosional sejati yang matang. Misalnya seorang siswa menyimak gurunya membacakan riwayat perjuangan seorang pahlawan menentang penjajah, dan memperoleh kegembiraan karena dapat mengetahui sifat-sifat pahlawan sejati (Anderson, 1972: 69).
Untuk memperluas cakrawala mengetahui tahap-tahap menyimak, ada pakar lain yang mengemukakan adanya tujuh tahapan menyimak yaitu:
1.      Isolasi, pada tahap ini sang penyimak mencatat aspek-aspek individual kata lisan dan memisah-misahkan atau mengisolasikan bunyi-bunyi, ide-ide, fakta-fakta, organisasi-organisasi khusus, begitu pula stimulus-stimulus lainnya.
2.      Identifikasi, sekali stimulus tertentu telah dapat dikenal maka suatu makna atau identitaspun diberikan kepada setiap butir yang berdikari itu.
3.      Integrasi, kita mengintegrasikan atau menyatupadukan sesuatu yang telah kita simpan dan rekam dalam otak. Oleh karena itulah, pengetahuan umum sangat penting dalam tahap ini. Kalau menyimak berlangsung, kita harus terlebih dahulu mempunya beberapa latar belakang atau pemahaman mengenai bidang pokok pesan tertentu. Kalau kita tidak memiliki bahan penunjang yang dapat dipergunakan untuk mengintegrasikan informasi yang baru itu, jelas kegiatan menyimak itu akan menemui kesulitan atau kendala.
4.      Inspeksi, pada tahap ini, informasi baru yang telah kita terima dikontraskan dan dibandingkan dengan segala informasi yang telah dimiliki mengenai hal tersebut. Proses ini akan menjadi paling mudah berlangsung kalau informasi baru justru menunjang prasangka atau prakonsepsi kita. Akan tetapi kalau informasi baru itu bertentangan dengan ide-ide kita sebelumnya mengenai sesuatu, kita harus mencari serta memilih hal-hal tertentu dari informasi itu yang lebih mendekati kebenaran.
5.      Interpretasi, pada tahap ini, kita secara aktif mengevaluasi sesuatu yang didengar dan menelusuri dari mana datangnya semua itu. Kita pun mulai menolak dan menyetujui serta mengakui dan mempertimbangkan informasi tersebut dengan sumber-sumbernya.
6.      Interpolasi, selama tidak ada pesan yang membawa makna dalam dan memberi informasi, tanggung jawab kitalah untuk menyediakan serta memberikan data-data dan ide-ide penunjang dari latar belakang pengetahuan dan pengalaman kita sendiri untuk mengisi serta memenuhi butir-butir pesan yang kita dengar.
7.      Introspeksi, dengan cara merefleksikan dan menguji informasi baru, kita berupaya untuk mempersonalisasikan informasi tersebut dan menerapkannya pada situai kita sendiri (Hunt; 1981: 18-19).
Selan itu juga ada ahli lan yang berpendapat bahwa tahap-tahap menyimak itu ada 6, yakni (a) mendengar, (b) mengidentifikasikan, (c) menginterpretasi, (d) memahami, (e) menilai, dan (f) menanggapi.
1)      Mendengar
Dalam tahap mendengar, penyimak berusaha menangkap pesan pembicara dalam bentuk bunyi bahasa. Untuk menangkap bunyi bahasa itu diperlukan telinga yang peka. Di samping itu, penyimak dituntut pula dapat mengingat bunyi yang telah ditangkap oleh telingnya. Kemampuan menangkap dan mengingat itu harus dilandasi kemampuan memusatkan perhatian.
2)      Mengidentifikasikan
Bunyi yang sudah ditangkap perlu diidentifikasi, dikenali dan dikelompokkan. Pengidentifikasian bunyi bahasa akan semakin sempurna apabila penyimak memiliki kemampuan linguistik.
3)      Menginterpretasi
Bunyi bahasa perlu diinterprestasikan maknanya. Perlu diupayakan agar interpretasi makna ini sesuai atau mendekati makna yang dimaksudkan oleh pembicara. Kemampuan yang harus dimiliki penyimak dalam tahap menginterpretasikan ini adalah kemampuan nonlinguistik.
4)      Memahami
Pesan yang sudah ditangkap, ditafsirkan dan dipahami maknanya. Setelah itu makna pesan itu perlu pula dikaji kebenaran isinya. Di sini diperlukan pengalaman yang luas, kedalaman dan keluasan ilmu dari penyimak.
5)      Menilai
Dalam fase menilai inilah diperlukan kemampuan menilai.
6)      Menanggapi
Tahap akhir dari proses menyimak ialah menaggapi makna pesan yang telah selesai dinilai. Di sini diperlukan kemampuan memberikan tanggapan. Tanggapan reaksi penyimak terhadap pesan yang diterimanya dapat berwujud berbagai bentuk seperti mengangguk-angguk tanda setuju, mencibir atau mengerjakan sesuatu.
Orang sering berfikir bahwa menyimak semata-mata merupakan kegiatan mendengarkan suara-suara, tetapi sesungguhnya lebih dari itu. Dalam komunikasi, menyimak terdiri dari berbagai elemen seperti penerimaan, pemahaman, pengingatan, pengevaluasian, dan penanggapan (Adler et al., 1986; Lesikar et al., 1999; Myers & Myers, 1975; Devito, 2001).
1.      Penerimaan
Menyimak dimulai dengan penerimaan pesan-pesan yang dikirim pembicara baik yang bersifat verbal maupun non verbal, apa yang dikatakan dan apa yang tidak diucapakan. Tahapan ini dibentuk oleh dua elemen pokok yakni pendengaran dan perhatian.
Aktivitas mendengar atau hearing merupakan aspek fisiologis dari menyimak. Aktivitas ini merupakan proses yang tidak selektif terhadap gelombang-gelombang suara yang mengenai telinga. Sejauh ini gelombang-gelombang suara yang dapat direspons oleh telinga berkisar antara 125 hingga 8000 putaran per detik (frekuensi) dan antara 55 hingga 85 desibal (Adler et al., 1986).
Mendengar juga dipengaruhi oleh latar belakang gannguan (noise). Jika frekuensi gangguan sama dengan frekuensi suara percakapan, maka suara percakapan itu disebut masked, tetapai jika frekuensi gangguan tersebut berbeda dengan frekuensi percakapan maka disebut white noise. Tentu saja gangguan-gangguan ini dapat mengurangi kemampuan kita untuk mendengar.
Mendengar juga dipengaruhi oleh kelelahan alat pendengaran (auditory), yaitu suatu pendengaran kehilangan sesaat yang disebabkan terpaan terus-menerus oleh bunyi atau suara nyaring (keras). Orang-orang yang sering meluangkan waktu malamnya didiskotik, misalnya, dapat mengalami kelelahan pendengaran dan, jika terlalu sering dapat menyebabkan kehilangan pendengaran secara menetap (permanen).
Setelah suara-suara diubah ke dalam dorongan-dorongan elektrokimia dan dikirimkan ke otak, maka dibuatlah sebuah keputusan. Keputusan ini sering hanya terfokus pada suatu hal dan sering tidak disadari. Proses menyimak itu sendiri dimulai ketika ransangan fisiologis diubah menjadi sesuatu yang bersifat psikologis. Artinya gelombang-gelombang suara yang diterima seseorang akan diubah bentuk ke dalam sinyal-sinyal yang dapat dimengerti otak dan selanjutnya diberi makna. Tentu saja dalam memaknai pesan-pesan verbal ini perlu juga diperhatikan, atau akan disesuaikan dengan, hal-hal yang sifatnya non verbal seperti gesture, ekspresi wajah dan nada atau tekanan suara.
Selain itu pemaknaan terhadap simbol-simbol yang diinderanya ini akan disesuaikan dengan minat, keinginan, hasrat, dan kebutuhannya. Jadi perhatian dikaitkan dengan proses penyaringan (filtering) terhadap pesan-pesan yang masuk. Karena itu makna pesan yang diterima oleh seseorang dapat berbeda dengan yang lainnya walaupun masing-masing orang akan memperoleh pesan yang sama.
2.      Pemahaman
Tahap berikutnya yaitu pemahaman yang disusun dari dua elemen pokok, pembelajaran dan pemberian makna. Di sini kita berupaya mengetahui siapa yang dimaksudkan oleh pembicara dengan cara mempelajari pemikiran-pemikiran dan emosi-emosinya. Kita mencoba menghubungkan informasi yang diberikan oleh pembicara dengan apa yang telah kita ketahui.
Pertama, pemahaman sebuahpesan berkaitan dengan aturan-aturan gramatikal dari bahasa yang digunakan untuk menyampaikan pesan tersebut. Kita harus memahami aturan-aturan ini. Kedua, pemahaman juga tergantung pada pengetahuan entang sumber pesan, seperti apakah orang tersebut jujur, cenderung berbohong, bersahabat, merupakan saingan, dan sebagainya. Ketiga, pemahaman terhadap sebuah pesan berhubungan dengan konteks sosial, waktu dan tempat. Sebagai contoh, kita dapat memutuskan apakah menerima hinaan dari seorang teman sebagai suatu yang sungguh-sungguh atau sebagai sebuah lelucon, tergantung konteksnya. Jadi secara umum pemahaman tergantung pada asumsi umum mengenai sesuatu. Sebagai contoh simaklah kalimat berikut:
“saya telah membeli sepatu buaya.”
“saya telah membeli sepatu kuda.”
Oleh karena kedua kalimat itu memiliki struktur bahasa yang sama dan dapat diucapkan oleh orang yang sama, maka kalimat itu dapat diinterprestasikan dengan cara yang sama. Kedua kalimat itu dapat mengindikasikan bahwa seseorang membeli dua pasang sepatu, satu dibuat dari kulit buaya, satunya lagi dari kulit kuda, atau dua pasang sepatu yang dijual, satu untuk seekor buaya dan satunya untuk seekor kuda.
Tetapi, karena asumsi umum yang kita peroleh tentang sesuatu, kita dapat mengerti bahwa kalimat pertama merujuk pada sepatu yang dibuat dari kulit buaya, karena memanng buaya tidak pernah memakai sepatu. Kedua, ia bisa menunjuk pada sepatu untuk kuda, sepatu yang terbuat dari kulit kuda atua sepatu ayng khusus digunakan untuk menunggang kuda.
Pemahaman sering tergantung pula pada kemampuan untuk mengorganisasikan informasi yang kita dengar ke dalam bentuk yang dapat diterima. Keberhasilan pemahaman berhubungan dengan factor-faktor kemampuan, kecerdasan dan motivasi. Pesan-pesan yang terorganisir atau tidak terorganisir. Orang-orang yang berhasil memahami pesan-pesan percakapan yang erorganisasi, yang umumnya lebih mengikat dibandingkan dengan pesan-pesan yang tidak terorganisasi, lebih sensitif terhadap orang lain dan lebih bersedia untuk mencoba memahami mereka. Keberhasilan-keberhasilan dalam memahami pesan-pesan percakapan dapat meningkatkan kemampuan seseorang untuk mengerti dan unutuk lebih mahir dalam berfikir.
3.      Pengingatan
Selama proses menyimak kita perlu mengingat berbagai pesan. Kemampuan untuk mengingat informasi ini berkaitan dengan seberapa banyak informasi yang ada dalam benak dan apakah informasi bisa diulang atau idak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa manusia hanya dapat mengingat setengah dari apa yang mereka dengar segera setelah mendengarnya. Mereka lupa setengahnya walaupun telah berusaha keras untuk menyimak. Situasi ini mungkin tidak begitu buruk jika setengah yang diingatnya tadi dipahami dengan benar. Biasanya dalam dua bulan, setengah dari setengah yang diingatnya itu dilupakan, sehingga apa yang kita ingat berkurang 25% dari pesan semula. Namun demikian seringkali kehilangan ini tidak sampai dua bulan. Tidak sedikit orang yang mulai melupakan dengan segera apa yang diingatnya. Umumnya dalam delapan jam, 50% kemampuan mengingat berkurang menjadi 35% (Adler, 1986). Jadi sebenarnya sejumlah informasi yang kita proses dan kita ingat setiap hari merupakan sebuah fraksi kecil dari apa yang kita dengar.
Sesungguhnya ada dua jenis memori yakni jangka pendek yang tahan hingga 20 detik hingga satu menit, serta memori jangka panjang yang  tidak dibatasi dalam kapasitasnya. Hal yang mungkin untuk menggerakkan informasi dari ingatan jangka pendek ke jangka panjang adalah melalui pelatihan atau pengulangan, seperti yang mungkin kita lakukan ketika secara mental mengulang nama seorang yang penting yang telah diperkenalkan kepada kita.
Penggunaan data jangka pendek biasanya terjadi dalam sebuah percakapan, sedangkan perkuliahan, misalnya, merujuk kepada penyimpanan informasi jangka panjang. Perbedaan ini menjelaskan kenapa ketika mendengar sebuah pembicaraan selama lebih dari setengah menit, perasaan kita tentang pembicara sering berubah. Hal ini disebabkan adanya dorongan untuk menaruh apa yang kita denga ke dalam memori jangka panjang. Perbedaan ini juga dapat menjelaskan kenapa beberapa mehasiswa yang berpartisipasi aktif dalam diskusi kelas tidak jarang memperoleh nilai ujian yang rendah. Hal ini disebabkan kemampuan mendengar jangka pendek mereka baik, tetapi kemampuan mengingat jangka panjangnya jelek.
Dalam situasi komunikasi publik atau kelompok, kita dapat memperbesar memori dengan mencatat atau merekam setiap pesan. Tetapi dalam situasi komunikasi antar pribadi mencatat pesan tidaklah cocok, walaupun dalam beberapa kasus lainnya dibenarkan seperti mencatat alamat, nomor telepon, janji, perintah atau ketika sedang melakukan wawancara. Sebagai contoh, ketika seorang teman kita mengatakan, dia sedang merencanakan membeli sebuah mobil baru, penyimak yang efektif akan mengingatnya dan jika bertemu kembali akan menanyakan mobil tersebut. Begitu juga ketika teman lainnya mengatakan ibunya sedang sakit, penyimak yang efektif akan mengingatnya dan akan menanyakan tentang kesehatannya dalam pertemuan berikutnya.
Sebenarnya apa yang kita ingat bukanlah apa yang telah dikatakan oleh seseorang tetapi apa yang kita pikirkan tentang yang telah dikatakan oleh orang tersebut. Pembicaraan tidak reproduktif, tidak mereproduksi mengenai apa yang telah dikatakan oleh pembicara, tetapi bersifat rekonstrukif; yakni kita merekonstruksi pesan yang kita dengar ke dalam sebuah sistem yang berarti bagi kita.
Kita sering merekonstruksi setiap pesan sehingga memiliki arti bagi kita. Kendati demikian dalam proses rekonstruksi ini tidak jarang pesan-pesan disimpangkan. Karena itu dalam mengingat, cobalah mengidentifikasikan gagasan-gagasan pokok dan hal-hal pokok lainnya yang mendukung. Ringkaslah pesan dalam sebuah bentuk pengingatan yang lebih mudah, tetapi hati-hatilah jangan sampai mengabaikan kualifikasi atau detail-detail yang penting. Ulangilah nama-nama dan konsep-konsep atau  jika memang perlu ucapkanlah dengan keras.
4.      Pengevaluasian
Pengevaluasian terdiri dari penilaian dan pengkritisian pesan. Kadang-kadang kita dapat mencoba mengevaluasi setiap motif dan niat pokok pembicara. Seringkali proses evaluasi ini berjalan tanpa banyak disadari. Sebagai contoh, seseorang mengatakan pada kita bahwa dia sedang melakukan sebuah promosi dan ia sungguh senang dengan pekerjaan ini. Selanjutnya kita dapat mencoba menilai niatnya, mungkin dia ingin agar kita menggunakan pengaruh kita sebagai presiden direktur, atau dia sedang asyik dengan pekerjaan promosi sehingga mengatakannya kepada setiap orang, atau dia sedang mencari pujian.
Dalam situasi lain, evaluasi yang kita lakukan merupakan analisis kritis yang lebih bersifat alami. Sebagai contoh, dalam menyimak proposal yang diusulkan dalam pertemuan bisnis, kita dapat menanyakan, apakah proposal tersebut bersifat praktis? Akankah ia meningkatkan produktivitas? Apa buktinya? Apakahh ada bukti-bukti yang bertentangan? Dalam mengevaluasi pembicaraan seseorang cobalah untuk menahan penilaian sampai kita benar-benar mengerti sudut pandang pembicara.
5.      Penanggapan
Dalam tahap penanggapan itu terjadi dalam dua fase, yakni fase-fase itu ialah:
a.       tanggapan yang kita buat sementara pembicara berbicara.
b.      tanggapan yang kita buat setelah pembicara berhenti berbicara.
Tanggapan ini merupakan umpan balik yang menginformasikan bahwa kita merespon pembicara bagaimana kita merasakan dan apa yang kita pikirkan tentang pesan-pesam pembicara. Tanggapan-tanggapan yang dibuat oleh kita, sementara pembicara sedang berbicara harus bersifat dukungan dan harus menunjukkan bahwa kita sedang menyimak terhadap pembicara. Tanggapan-tanggapan ini oleh para ahli bahasa nonverbal biasa disebut isyarat balik, seperti “oh, begitu,” “ya” dan sinyal-sinyal sejenis lainnya yang membuat pembicara mengetahui bahwa kita sedang menyimak.
Tanggapan-tanggapan yang dibuat setelah pembicara menghentikan pembicaraannya secara umum lebih merupakan ketelitian atau pengembangan dan dapat termasuk perwujudan dan empati, contoh “saya tahu apa yang kamu rasakan,” atau berupa pertanyaan klasifikasi misalnya, “maksudmu, bahwa rencana kesehatan yang baru ini harus ditempatkan kembali pada rencana semula?” Dapat juga berupa tanggapan seperti, “saya pikir bukti-bukti yang anda kemukakan lemah,” atau berupa persetujuan misalnya, “sesungguhnya kamu benar tentang hal ini, saya akan mendukung proposal kamu.” Dalam melakukan tanggapan cobalah untuk mendukung pembicara melalui penggunaan isyarat balik kita, sebab dengan hanya mengandalkan satu isyarat balik, seperti mengulang-ngulang kata “oh, ya.” akan menunjukkan bahwa kita sebenarnya tidak menyimak dan lebih menyerupai mesin penjawab otomatis saja.








BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Dari uraian di atas menjelaskan bahwa menyimak dalam kehidupan sehari-hari sangatlah penting karena dapat memperoleh informasi untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Begitu juga dalam lingkungan pendidikan, menyimak mempunyai peranan penting karena dengan menyimak mahasiswa dapat menambah ilmu, menerima dan menghargai pendapat orang lain. Tujuan utama dari menyimak ialah menangkap, memahami, atau menghayati pesan, ide, gagasan yang tersirat dalam bahan simakan.
B. SARAN
Berdasarkan isi dari makalah ini kami menyampaikan saran kepada pembaca dan penulis:
1.      Hendaknya kita mengetahui batasan dan pengertian menyimak.
2.      Hendaknya kita juga mengetahui tahap-tahap menyimak
3.      Sering-seringlah dalam berkarya baik dalam membuat karya tulis atau karya yang lain, karena itu dapat menambah pengalaman, wawasan, serta ketrampilan.














DAFTAR PUSTAKA

1.      Tarigan, Henry Guntur. 1986. Menyimak Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa. Hal: 29-37.
2.      Hermawan, Herry. 2012. Menyimak Keterampilan Berkomunikasi Yang Terabaikan. Yogyakarta: Graha Ilmu. Hal: 29-42.
3.      T.W., Solhan. 2011. Pendidikan Bahasa Indonesia Di SD. Jakarta: Universitas Terbuka. Hal: 10.9.

4.      Nurjamal, Dieng; Warta Sumirat; Riadi Darwis. 2011. Terampil Berbahasa. Bandung: Alfabeta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar